Anaksaya umur 3 atau 4m dulu baru pake diapers krna saya harus sering belanja jualan, nganter ponakan sekolah, jadi sering ditinggal2, si baby banyak digendong sama utinya, khawatir pipis kena baju utinya buat shalat jadi dipakein diapers. Diganti setiap pup atau maks 3-4 jam sekali atau kalo udah penuh sebelum itu.
PERTANYAAN. Em Muhson Assalamu'a laikum wr wbTanya & minta penjelasan:Apakah sholat "Anisil qubri" itu?Adakah tuntunanya dan bagaimana pelaksanaa nya? Terima kasih sebelumnya.. Ayda Az-zahra Pertanyaan titipan : assalamu alaikum mba tlg dong postingin sholat liunsil qobri apa tujuanya dan apakah ada bacaan2 khususnya apa saja..?
ShalatOrang Sakit. Shalat lima waktu merupakan Fardhu 'Ain yaitu wajib yang harus dilakukan atas diri setiap muslim berakal sehat dan baligh baik ia laki-laki atau perempuan. Karena ia mengandung wajib yang berat, maka harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan walaupun dalam keadaan sakit. Kewajiban shalat tidak bisa gugur dalam keadaan
Sekarangni aku dah berjaya ajar hasanah utk tak pakai pampers sebelah siang, sebelah malam sahaja pakai 1 pampers. sekarang ni sebulan kos untuk pampers tak sampai rm30. Tambahan saya: Jangan lupa solat hajat dan bernazar, jika anak berjaya meninggalkan 'cengkaman dan belengu' pampers maka akan berpuasalah suami isterinya sehari etc
Vay Tiền Nhanh Ggads. Pembaca SHALAT MENGGUNAKAN PAMPERS Dari UMI YAYAT. Mau tanya tentang sholat orang yang sakit yang menggunakan pempes? Jawaban Waalaikumussalamu warahmatullahi wabarakatuh. Kondisi seperti ini yang mana seseorang selalu mengeluarkan najis dari dalam dirinya dengan tanpa kontrol dan kondisi lain seperti orang yang selalu buang angin terus-terusan atau buang air terus-terusan dan lainnya, dianalogikan dengan kondisi wanita yang sedang istihadhah. Nabi bersabda “Jangan kamu tinggalkan shalat, istihadah ini adalah urat. Akan tetapi hendaknya kamu tinggalkan shalat sesuai jumlah hari di masa haidh. Lalu mandi dan shalatlah.” [HR Bukhari] Maka wanita istihadhah membersihkan darahnya lalu meletakkan secarik kain atau pembalut di kemaluannya lalu ia wudhu setiap kali akan shalat. Demikian pula orang yang selalu memakai kateter atau pampers karena sakit. Ia bersihkan najis lalu pakai pampers yang suci dan wudhu setiap kali akan shalat. Satu wudhu untuk satu shalat. Jika penggunaan air dilarang oleh dokter maka ia tayammum. Dan orang yang sakit parah diperkenankan menjamak shalatnya. Sebagian ulama berkata “Jika air kencing keluar terus menerus maka setiap kali kencing terkumpul di kateter/pampers dan bocor, maka ia wudhu tiap kali masuk waktu shalat dan menyumbat dengan sesuatu di kemaluannya lalu ia shalat dan tidak mengapa jika masih ada air kencing yang keluar.”
Salat diwajibkan untuk semua Muslim yang balig dan berakal. Mereka adalah mukalaf, orang yang terkena beban syariat. Yang dibolehkan untuk meninggalkan salat hanyalah anak yang belum balig dan orang yang tak wanita yang sedang nifas dan haid diperbolehkan untuk tidak salat. Lantas, bagaimana dengan orang yang sakit? Orang yang sakit tetap diwajibkan untuk salat. Namun, ada beberapa keringanan bagaimana dengan orang yang tak mampu berdiri, tak mampu duduk, bahkan tak mampu menggerakkan tubuhnya? Simak tata cara salat bagi orang sakit di bawah ini!1. Bagi yang tidak mampu berdiri yang tak mampu berdiri, diperbolehkan salat sambil duduk. Dengan ketentuan sebagai berikut Dengan duduk bersila. Jika tak memungkinkan, diperbolehkan duduk dengan cara apa pun yang mudah dilakukan. Duduk menghadap ke kiblat. Namun jika tidak memungkinkan, maka tidak mengapa. Cara bertakbir dan bersedekap sama seperti salat dalam keadaan berdiri. Tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga, kemudian tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri. Cara rukuknya yaitu membungkukkan badan sedikit. Ini merupakan bentuk imaa sebagaimana dalam hadis Jabir. Lalu, kedua telapak tangan di lutut. Cara sujudnya juga sama sebagaimana sujud biasa, jika memungkinkan. Jika tak memungkinkan, maka membungkukkan badannya lebih banyak dari ketika rukuk. Cara tasyahud yaitu dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan tasyahud seperti biasa. Baca Juga Tata Cara Salat Gerhana Matahari, Bacaan Niat Salat Kusuf Menurut PBNU 2. Bagi orang yang tidak mampu duduk sekaligus seseorang sakit dan tak mampu berdiri maupun duduk, maka diperbolehkan untuk salat sambil berbaring. Salat sambil berbaring ada dua macam, yaitu ala janbin berbaring menyamping dan mustalqiyan telentang. 1. ala janbin berbaring menyamping Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan. Jika tak bisa menyamping ke kanan, maka menyamping ke kiri namun tetap ke arah kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat, maka tidak mengapa. Cara bertakbir dan bersedekap sama seperti salat dalam keadaan berdiri. Tangan diangkat sejajar dengan telinga, setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri. Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit. Ini merupakan bentuk imaa` sebagaimana dalam hadis Jabir. Kemudian, kedua tangan diluruskan ke arah lutut. Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut. Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat. 2. mustalqiyan telentang Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala diangkat sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau apa pun sehingga wajah menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, maka tidak mengapa. Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana salat dalam keadaan berdiri. Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit. Ini merupakan bentuk imaa` sebagaimana dalam hadis Jabir. Kemudian, kedua tangan diluruskan ke arah lutut. Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut. Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat. 3. Bagi yang tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya tak mampu menggerakkan anggota tubuh, namun bisa menggerakkan mata, maka diperbolehkan untuk salat dengan menggerakkan mata. Ini masih termasuk makna al-imaa`.Kedipkan mata sedikit ketika takbir dan rukuk, kemudian kedipkan banyak untuk sujud. Disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan salat. Jika lisan tak mampu digerakkan, maka bacaan-bacaan salat pun dapat dibaca dalam tak mampu menggerakkan anggota tubuh sama sekali, namun masih sadar, maka salat dilakukan dengan hati. Maksudnya adalah membayangkan dalam hati gerakan-gerakan salat yang disertai gerakan lisan ketika membaca bacaan salat. Jika lisan tak mampu digerakkan, maka bacaan salat pun dibaca dalam itu tadi tata cara salat bagi muslim yang dalam keadaan sakit. Dalam kondisi apa pun, jangan sampai meninggalkan salat ya! Baca Juga Wabah COVID-19 Salat Jumat di Istiqlal Diganti Salat Zuhur di Rumah
Jakarta - Salah satu tanggung jawab anak yakni ikut mengurus orang tua, terutama yang sudah lanjut usia dan sakit. Hal yang tak kalah penting, juga memastikan ibadah yang dilakukan orang tua terpenuhi dengan dari situs resmi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI, Al-Qur'an 286 menjelaskan bahwa dalam Islam kewajiban ibadah tentunya dengan memerhatikan kondisi masing-masing individu saat muslim dituntut untuk memaksimalkan upaya melaksanakan ibadah sesuai dengan kemampuan masing-masing dan tidak bersikap berlebihan di atas pada lansia yang sakit misalnya stroke, kemudian sering mengompol tanpa disadari. Kondisi dan kemampuannya harus disesuaikan agar tetap bisa fiqih Islam, terdapat istilah salasul baul kencing tak terkontrol bagi orang yang air kencingnya tidak terkontrol dan tidak sadar akan keluarnya. Para ulama mewajibkan segera ganti pakaian yang terkena hadats dan berwudhu saat masuk waktu salat. Foto iStock/ kzenonKemudian pakaikan popok sekali pakai atau diaper agar urine tidak berceceran keluar, tanpa mempedulikan apa yang keluar darinya saat salat atau itu, dibolehkan juga baginya untuk menjama' dua waktu salat dengan alasan sedang sakit atau karena faktor lainnya. ADVERTISEMENT SCROLL TO RESUME CONTENT "Apabila wudhu terasa sulit dan memberatkan karena dalam kondisi sakit berat, tayamum bisa dilakukan. Namun apabila masih memungkinkan untuk diwudhukan, maka dibolehkan juga," tulis Tim Konsultasi Syariah Ditjen Bimas Islam dalam situs juga bisa simak tips ajarkan anak agar mau salat dan mengaji dalam video berikut[GambasVideo Haibunda] rdn/rdn
Agama Islam penuh dengan kemudahan. Semua yang diperintahkan dalam Islam disesuaikan dengan kemampuan hamba. Allah Ta’ala berfirmanفَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ“Maka bertakwalah kamu kepada Allah semaksimal kemampuanmu” QS. At Taghabun 16.Termasuk dalam ibadah shalat, ibadah yang paling agung dalam Islam. Terdapat banyak kemudahan dan keringanan di dalamnya. Dalam kesempatan kali ini akan dibahas mengenai kemudahan dan keringanan shalat bagi orang Yang Sakit Tetap Wajib ShalatKeringanan-Keringanan Bagi Orang Yang SakitTata Cara Shalat Bagi Orang SakitOrang Yang Sakit Tetap Wajib ShalatShalat diwajibkan kepada semua Muslim yang baligh dan berakal. Merekalah mukallaf, orang yang terkena beban syariat. Yang dibolehkan untuk meninggalkan shalat adalah orang yang bukan mukallaf, yaitu anak yang belum baligh dan orang yang tidak berakal. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaرُفعَ القلمُ عن ثلاثةٍ عن النائمِ حتى يستيقظَ ، وعن الصبيِّ حتى يحتلمَ ، وعن المجنونِ حتى يعقِلَ“Pena catatan amal diangkat dari tiga jenis orang orang yang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia baligh, dan orang gila hingga ia berakal” HR. An Nasa-i no. 7307, Abu Daud no. 4403, Ibnu Hibban no. 143, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 3513.Demikian juga yang dibolehkan untuk meninggalkan shalat adalah wanita haid dan nifas. Ibunda Aisyah radhiallahu’anha pernah ditanya,أَتَجْزِى إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ“Apakah kami perlu mengganti shalat kami ketika sudah suci?” Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang wanita Haruriyah Khawarij? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahualaihi wasallam, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk menggantinya” HR. Al Bukhari no. 321.Ummu Salamah radhiallahu’anha juga mengatakanكانت النفساء تجلس على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أربعين يوما“Dahulu wanita yang sedang nifas di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam duduk tidak shalat selama 40 hari” HR. Ibnu Majah no. 530, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah.Maka kita lihat ternyata orang sakit tidak dikecualikan. Sehingga tidak ada udzur untuk meninggalkan shalat selama ia baligh, berakal, tidak haid, dan tidak Bagi Orang Yang Sakit1. Dibolehkan untuk tidak shalat berjamaah di masjidShalat berjama’ah wajib bagi lelaki. Namun dibolehkan bagi lelaki untuk tidak menghadiri shalat jama’ah di masjid lalu ia shalat di rumahnya jika ada masyaqqah kesulitan seperti sakit, hujan, adanya angin, udara sangat dingin atau Ibnu Umar radhiallahu’anhumaكَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ ” أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ ” فِي اللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ أَوْ الْمَطِيرَةِ فِي السَّفَرِ“Dahulu Nabi memerintahkan muadzin beradzan lalu di akhirnya ditambahkan lafadz /shalluu fii rihaalikum/ shalatlah di rumah-rumah kalian ketika malam sangat dingin atau hujan dalam safar” HR. Bukhari no. 616, Muslim no. 699.Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, ia berkataخرجنا مع رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ في سفرٍ . فمُطِرْنا . فقال” ليُصلِّ من شاء منكم في رَحْلِه““Kami pernah safar bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu turunlah hujan. Beliau besabda bagi kalian yang ingin shalat di rumah dipersilakan” HR. Muslim no. 698.Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskanصلوا في بيوتكم إذا كان فيه مشقة على الناس من جهة المطر أو الزلق في الأسواق“Shalatlah di rumah-rumah kalian, maksudnya jika ada masyaqqah kesulitan yang dirasakan orang-orang, semisal karena hujan, atau jalan yang licin.”[1]Dan kondisi sakit terkadang menimbulkan masyaqqah untuk pergi ke masjid. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun ketika beliau sakit parah, beliau tidak shalat di masjid, padahal beliau yang biasa mengimami orang-orang. Beliau memerintahkan Abu Bakar untuk menggantikan posisi beliau sebagai imam. Aisyah radhiallahu’anha berkataأن رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال في مرَضِه مُروا أبا بكرٍ يصلِّي بالناسِ “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika sakit beliau bersabda perintahkan Abu Bakar untuk shalat mengimami orang-orang” HR. Bukhari no. 7303.Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakanلقد رَأيتُنا وما يتخلَّفُ عن الصَّلاةِ إلا منافقٌ قد عُلِمَ نفاقُهُ أو مريضٌ“Aku melihat bahwa kami para sahabat memandang orang yang tidak shalat berjama’ah sebagai orang munafik, atau sedang sakit” HR. Muslim no. 654.Dalil-dalil ini menunjukkan bolehnya orang yang sakit untuk tidak menghadiri shalat jama’ Dibolehkan menjamak shalatMenjamak shalat dibolehkan secara umum ketika ada masyaqqah kesulitan. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu beliau mengatakanجمع رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بين الظهرِ والعصرِ ، والمغربِ والعشاءِ بالمدينةِ من غيرِ خوفٍ ولا مطرٍ“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjamak shalat Zhuhur dan shalat Ashar, dan menjamak shalat Maghrib dan Isya, di Madinah padahal tidak sedang dalam ketakutan dan tidak hujan” HR. Muslim no. 705.Para ulama mengatakan alasan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjamak karena ada masyaqqah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakanوالقصر سببه السفر خاصة ، لا يجوز في غير السفر. وأما الجمع فسببه الحاجة والعذر“Dibolehkannya men-qashar shalat hanya ketika safar secara khusus, tidak boleh dilakukan pada selain safar. Adapun menjamak shalat, dibolehkan ketika ada kebutuhan dan udzur” Majmu’ Al Fatawa, 22/293.Maka, orang yang sakit jika sakitnya membuat ia kesulitan untuk shalat pada waktunya masing-masing, dibolehkan baginya untuk menjamak Dibolehkan shalat sambil duduk jika tidak mampu berdiri4. Dibolehkan shalat sambil berbaring jika tidak mampu dudukJika orang yang sakit masih sanggup berdiri tanpa kesulitan, maka waijb baginya untuk berdiri. Karena berdiri adalah rukun shalat. Shalat menjadi tidak sah jika ditinggalkan. Dalil bahwa berdiri adalah rukun shalat adalah hadits yang dikenal sebagai hadits al musi’ shalatuhu, yaitu tentang seorang shahabat yang belum paham cara shalat, hingga setelah ia shalat Nabi bersabda kepadanyaارجِعْ فَصَلِّ فإنك لم تُصلِّ“Ulangi lagi, karena engkau belum shalat”Menunjukkan shalat yang ia lakukan tidak sah sehingga tidak teranggap sudah menunaikan shalat. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan shalat yang benar kepadanya dengan bersabdaإذا قُمتَ إلى الصَّلاةِ فأسْبِغ الوُضُوءَ، ثم اسْتقبل القِبْلةَ فكبِّر…“Jika engkau berdiri untuk shalat, ambilah wudhu lalu menghadap kiblat dan bertakbirlah…” HR. Bukhari 757, Muslim 397.Namun jika orang yang sakit kesulitan untuk berdiri dibolehkan baginya untuk shalat sambil duduk, dan jika kesulitan untuk duduk maka sambil berbaring. Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, beliau mengatakanكانتْ بي بَواسيرُ ، فسأَلتُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عنِ الصلاةِ ، فقال صَلِّ قائمًا ، فإن لم تستَطِع فقاعدًا ، فإن لم تستَطِعْ فعلى جَنبٍ“Aku pernah menderita penyakit bawasir. Maka ku bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai bagaimana aku shalat. Beliau bersabda shalatlah sambil berdiri, jika tidak mampu maka shalatlah sambil duduk, jika tidak mampu maka shalatlah dengan berbaring menyamping” HR. Al Bukhari, no. 1117.Dalam riwayat lain disebutkan tambahanفإن لم تستطع فمستلقياً“Jika tidak mampu maka berbaring telentang”Tambahan riwayat ini dinisbatkan para ulama kepada An-Nasa`i namun tidak terdapat dalam Sunan An-Nasa`i. Namun para ulama mengamalkan tambahan ini, yaitu ketika orang sakit tidak mampu berbaring menyamping maka boleh berbaring Dibolehkan shalat semampunya jika kemampuan terbatasJika orang yang sakit sangat terbatas kemampuannya, seperti orang sakit yang hanya bisa berbaring tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya, namun masih berisyarat dengan kepala, maka ia shalat dengan sekedar gerakan Jabir radhiallahu’anhu beliau berkataعاد صلى اللهُ عليهِ وسلَّمَ مريضًا فرآه يصلي على وسادةٍ ، فأخذها فرمى بها ، فأخذ عودًا ليصلي عليه ، فأخذه فرمى به ، وقال صلِّ على الأرضِ إن استطعت ، وإلا فأوم إيماءً ، واجعل سجودَك أخفضَ من ركوعِك“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam suatu kala menjenguk orang yang sedang sakit. Ternyata Rasulullah melihat ia sedang shalat di atas bantal. Kemudian Nabi mengambil bantal tersebut dan menjauhkannya. Ternyata orang tersebut lalu mengambil kayu dan shalat di atas kayu tersebut. Kemudian Nabi mengambil kayu tersebut dan menjauhkannya. Lalu Nabi bersabda shalatlah di atas tanah jika kamu mampu, jika tidak mampu maka shalatlah dengan imaa` isyarat kepala. Jadikan kepalamu ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu“ HR. Al Baihaqi dalam Al Kubra 2/306, dishahihkan Al Albani dalam Shifatu Shalatin Nabi, 78.Makna al-imaa` dalam Lisanul Arab disebutkanالإيماءُ الإشارة بالأَعْضاء كالرأْس واليد والعين والحاجب“Al-Imaa` artinya berisyarat dengan anggota tubuh seperti kepala, tangan, mata, dan alis.”Syaikh Muhammad bin Shalih Al- Utsaimin mengatakanفإن كان لا يستطيع الإيماء برأسه في الركوع والسجود أشار في السجود بعينه، فيغمض قليلاً للركوع، ويغمض تغميضاً للسجود“Jika orang yang sakit tidak sanggup berisyarat dengan kepala untuk rukuk dan sujud maka ia berisyarat dengan matanya. Ia mengedipkan matanya sedikit ketika rukuk dan mengedipkan lebih banyak ketika sujud.” [2]6. Dibolehkan tidak menghadap kiblat jika tidak mampu dan tidak ada yang membantuMenghadap kiblat adalah syarat shalat. Orang yang sakit hendaknya berusaha tetap menghadap kiblat sebisa mungkin. Atau ia meminta bantuan orang yang ada disekitarnya untuk menghadapkan ia ke kiblat. Jika semua ini tidak memungkinkan, maka ada kelonggaran baginya untuk tidak menghadap kiblat. Syaikh Shalih Al-Fauzan menyatakanوالمريض إذا كان على السرير فإنه يجب أن يتجه إلى القبلة إما بنفسه إذا كان يستطيع أو بأن يوجهه أحد إلى القبلة، فإذا لم يستطع استقبال القبلة وليس عنده من يعينه على التوجه إلى القبلة، يخشى من خروج وقت الصلاة فإنه يصلي على حسب حاله“Orang yang sakit jika ia berada di atas tempat tidur, maka ia tetap wajib menghadap kiblat. Baik menghadap sendiri jika ia mampu atau pun dihadapkan oleh orang lain. Jika ia tidak mampu menghadap kiblat, dan tidak ada orang yang membantunya untuk menghadap kiblat, dan ia khawatir waktu shalat akan habis, maka hendaknya ia shalat sebagaimana sesuai keadaannya”[3]Orang yang sakit tentunya memiliki keadaan yang beragam dan bervariasi, sehingga tidak memungkinkan kami merinci tata cara shalat untuk semua keadaan yang mungkin terjadi pada orang sakit. Namun prinsip dasar dalam memahami tata cara orang sakit adalah hendaknya orang sakit berusaha sebisa mungkin menepati tata cara shalat dalam keadaan sempurna, jika tidak mungkin maka mendekati sempurna. Allah Ta’ala berfirmanفَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ“Maka bertakwalah kamu kepada Allah semaksimal kemampuanmu” QS. At Taghabun 16.Nabi Shallallahu’alahi Wasallam bersabdaسدِّدوا وقارِبوا“Berbuat luruslah, atau jika tidak mampu maka mendekati lurus” HR. Bukhari no. 6467.Kaidah fikih yang disepakati ulamaما لا يدرك كله لا يترك كله“Sesuatu yang tidak bisa digapai semuanya, maka tidak ditinggalkan semuanya”Berikut ini tata cara shalat bagi orang yang kami ringkaskan dari penjelasan Syaikh Sa’ad bin Turki Al-Khatslan[4] dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin [5]1. Tata cara shalat orang yang tidak mampu berdiriOrang yang tidak mampu berdiri, maka shalatnya sambil duduk. Dengan ketentuan sebagai berikutYang paling utama adalah dengan cara duduk bersila. Namun jika tidak memungkinkan, maka dengan cara duduk apapun yang mudah untuk menghadap ke kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan rukuknya dengan membungkukkan badan sedikit, ini merupakan bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua telapak tangan di sujudnya sama sebagaimana sujud biasa jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan maka, dengan membungkukkan badannya lebih banyak dari ketika tasyahud dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan tasyahud seperti Tata cara shalat orang yang tidak mampu dudukOrang yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu duduk, maka shalatnya sambil berbaring. Shalat sambil berbaring ada dua macama. ala janbin berbaring menyampingIni yang lebih utama jika memungkinkan. Tata caranyaBerbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan. Jika tidak bisa menyamping ke kanan maka menyamping ke kiri namun tetap ke arah kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah mustalqiyan telentangJika tidak mampu berbaring ala janbin, maka mustalqiyan. Tata caranyaBerbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala diangkat sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau semisalnya sehingga wajah menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan berdiri. Yaitu tangan diangkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah Tata cara shalat orang yang tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya lumpuh totalJika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya namun bisa menggerakkan mata, maka shalatnya dengan gerakan mata. Karena ini masih termasuk makna al-imaa`. Ia kedipkan matanya sedikit ketika takbir dan rukuk, dan ia kedipkan banyak untuk sujud. Disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca dalam tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya sama sekali namun masih sadar, maka shalatnya dengan hatinya. Yaitu ia membayangkan dalam hatinya gerakan-gerakan shalat yang ia kerjakan disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca dalam semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan afiyah dan salamah kepada pembaca sekalian, dan semoga Allah senantiasa menolong kita untuk tetap dapat beribadah dalam kondisi sakit. Wallahu waliyyu dzalika wal qadiru juga Macam-macam Doa Iftitah—Penulis Yulian Purnama Artikel kaki[1] Majmu Fatawa war Rasail Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin 15/229, Asy Syamilah[3] Video youtube Majmu Fatawa war Rasail Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin 15/229, Asy Syamilah
shalat orang sakit pakai pampers